
Esther Telaumbanua
Aktivis Gereja
Saya melihat ada dua bangunan tua berdekatan yaitu Gereja Germita Immanuel dan Makam Raja Talaud. Keduanya berada di kawasan yang sama di Beo, posisi berhadapan. Bagaimana bisa berdekatan, saya absen info alias tidak tahu. Tapi sejarah mencatat bahwa dulu Beo adalah salah satu pusat aktivitas pemerintahan lokal, kolonial Belanda dan pelayanan misionaris di Kabupaten Kepulauan Talaud.
Gereja Germita Jemaat Immanuel, tempat acara SSA-GPI, adalah gereja tua, sudah berumur 160 tahun. Gereja ini memiliki peran dalam sejarah misi dan kelahiran Germita. Dikenal sebagai ‘gereja ayam’ atau gereja warisan Indische Kerk. Beo merupakan wilayah strategis misionaris Kristen mula-mula di Talaud. Ada patung ayam jantan dibumbungan gereja. Gereja-gereja ayam di Indonesia memiliki koneksi historis dengan Protestantse Kerk in Nederland (PKN), sampai hari ini.



Kisahnya begini. Zendeling W.Ricter dari negeri Belanda tiba di kepulauan Talaud pada 1 Oktober 1859 M, bersama teman2nya yaitu Van Essen, P. Gunter, dan Tauffman. Mereka kemudian membagi wilayah pelayanan yaitu: Van Essen di pulau Salibabu, Gunther di pulau Kabaruan dan Richter dan Tauffman di pulau Karakelang. Zendeling W. Richter tinggal dan menetap di Pulau Karakelang, tepatnya di Beo. Raja Talaud di Beo, punya dua putra dan seorang putri. Richter kemudian menikah dengan putri dari raja Talaud, Tamawiwij, Carolina Tamawiwij. Demikian dijelaskan Ketua Sinode Germita kepada saya.
Richter bekerja di Beo dan juga melayani daerah sekitarnya selama kurang lebih tiga puluh tahun. Jadi, sejak masa awal sarangnya para zending di Kepulauan Talaud diterima dan mendapat dukungan raja sehingga kekristenan berkembang di Kepulauan Talaud. Gereja Immanuel Beo menjadi salah satu penerus langsung dari pelayanan zending Belanda, baik dalam liturgi, struktur gereja dan arsitekturnya, dan ajaran reformed. Gereja Immanuel Beo adalah warisan nyata zending Belanda, yang kemudian di-indonesiakan dan dilokalkan oleh masyarakat Talaud sendiri melalui sinode Germita.
Tepat diseberang jalan, di depan kawasan Gereja Immanuel adalah kompleks makam tua Raja Talaud dan tokoh-tokoh yang terkait dengan Kerajaan Talaud dan Keluarga Tamawiwij, seperti W.Richter. Sampai masa tuanya Richter tinggal di Beo. Ketika meninggal, ia dikuburkan di kompleks pemakaman Raja Talaud di Beo.
Di komplek ini kita bisa melihat makam Raja Talaud S.S. Sario Tamawiwij dan Raja Pertama Julius Sario Tamawiwij. Raja Kedua Talaud bernama Metusalah Tamawiwij, yang disebutkan menikahi putri seorang misionaris Belanda, tidak dimakamkan disini karena hilang di laut. Disebutkan bahwa raja terakhir Talaud adalah P.G. Koagow, yaitu pada masa penjajahan Jepang. Namun makamnya tidak disini.
Talaud dulu memiliki banyak kerajaan kecil, sehingga disebut juga sebagai ‘kabupaten 47 raja-raja’. Raja Talaud yang dimakamkan disini adalah raja tempat/negeri di kawasan Beo. Dituturkan warga, bahwa raja Talaud memiliki peran strategis dalam upaya diplomatik masuknya Miangas ke wilayah Talaud. Miangas memang lebih dekat ke Davao (Filipina), tapi masyarakatnya lebih mempraktekkan kehidupan budaya Talaud. Saat Miangas resmi masuk wilayah kawasan Hindia tahun 1928, Raja Talaud yang berkuasa waktu itu Julius Sario Tamawiwij, Raja Beo. Beliau yang hadir bersama wakil wilayah Nanusa, dalam proses arbitrase itu. Begitu diceritakan ke saya. Ada beberapa makam lain di dalam komplek itu, namun sulit untuk membaca tulisan karena sudah mulai tergerus dan tidak jelas.
Kedua bangunan ini, menjadi simbol yang menggambarkan kesatuan dari tiga unsur : pemerintahan lokal (raja), masyarakat adat, dan misi (gereja) yang membentuk peradaban Talaud dalam setiap fase kehidupannya. Ini menciptakan sebuah struktur sosial yang unik, terutama pada masa kolonial hingga awal kemerdekaan. Pada Talaud masa lampau, ketiga unsur ini berjalan dalam satu sistem yang saling menopang, menciptakan bentuk kepemimpinan sosial yang khas dimana sinergi antara adat/budaya dan agama.
Sebaiknya kompleks makam ini dipugar dan dipelihara menjadi situs cagar budaya, sebagai peninggalan pusaka (heritage) Talaud yang bernilai. Niscaya menjadi objek wisata budaya-religi, laboratorium pendidikan sejarah, dan simbol identitas daerah. Generasi muda Talaud dapat belajar disini. Tabea. Sansiote, sampate pate.