KENAPA GEREJA PERLU ALAT ANALISIS YANG BERBEDA?

Membandingkan Metode Konvensional dengan Metode Strategis (PESTEL, 7-S, TOWS)

Bagian 1: Perencanaan Konvensional (Metode Lama) yang Sering Kita Lakukan

Selama ini, bagaimana biasanya gereja atau lembaga pelayanan merencanakan program? Seringkali prosesnya seperti ini:

  1. Kita mengadakan Rapat Kerja (Raker).
  2. Kita mengevaluasi program tahun lalu: "Program A berhasil," "Program B sepi peminat."
  3. Kita menyusun program tahun ini: Seringkali hanya mengulang program tahun lalu dengan sedikit perubahan. "Komisi Pemuda mengusulkan camping lagi," "Komisi Diakonia akan mengadakan bakti sosial saat Natal."
  4. Kita membahas anggaran untuk setiap program.

Metode ini tidak salah, namun memiliki kelemahan besar di zaman sekarang:

  • Terlalu Melihat ke Dalam (Inward-Looking): Kita sibuk membahas urusan internal (program kita, anggaran kita) dan lupa melihat apa yang terjadi di luar tembok gereja.
  • Terlalu Melihat ke Belakang (Past-Looking): Kita merencanakan masa depan hanya berdasarkan data masa lalu (program tahun lalu), seolah-olah dunia tidak berubah.
  • Fokus pada Aktivitas, Bukan Dampak: Kita mengukur sukses dari "terlaksananya acara", bukan "adanya perubahan" pada jemaat atau masyarakat.

Di era disrupsi, di mana masalah jemaat berubah setiap tahun, metode ini membuat gereja lambat, tidak relevan, dan "gagap" menghadapi tantangan nyata.

Bagian 2: Perencanaan Strategis (Metode Baru) yang Akan Kita Gunakan

Metode PESTEL, 7-S, dan TOWS adalah "alat bantu" untuk mengubah cara kita berpikir. Ini adalah cara kita menjalankan mandat "Ujilah Segala Sesuatu" secara sistematis.

Perbedaan utamanya adalah: Kita tidak memulai dengan membahas "program kita", tapi memulai dengan membahas "dunia di sekitar kita" dan "kondisi internal kita secara jujur".

Keunggulan 1: PESTEL (Teleskop Kita)

Apa itu? PESTEL adalah singkatan dari Political (Politik), Economic (Ekonomi), Social (Sosial), Technological (Teknologi), Environmental (Lingkungan), dan Legal (Hukum). Ini adalah alat untuk "memindai" dunia di luar gereja.

Keunggulannya: Metode ini memaksa gereja untuk "menengok keluar jendela". Ini adalah teleskop kita untuk melihat "badai" atau "peluang" yang sedang mendekat, yang tidak akan terlihat jika kita hanya sibur berdebat di dalam ruang rapat.

Perbedaannya dengan Metode Konvensional:

  • Metode Konvensional: "Program pemuda kita sepi. Mungkin panitianya kurang kreatif. Kita ganti panitianya dan tambah anggaran konsumsi."
    • Fokus: Masalah internal (panitia, anggaran).
  • Metode PESTEL (Contoh S & E): "Tunggu dulu. Mari kita lihat data Sosial dan Ekonomi (sesuai Kajian Thema GPI). Ternyata, tingkat pengangguran pemuda di Indonesia 16,16%! Mereka bukan sepi karena tidak kreatif, tapi mereka stres mencari kerja."
    • Fokus: Masalah eksternal (pengangguran).
    • Hasilnya: Kita sadar bahwa pemuda tidak butuh camping, mereka butuh pelatihan keterampilan kerja dan pendampingan karier. Program gereja jadi relevan.

Ilustrasi Aktual (Teknologi):

  • Metode Konvensional: "Komisi Diakonia mengusulkan program bantuan untuk jemaat yang terlilit utang."
  • Metode PESTEL (T - Teknologi): "Data Teknologi menunjukkan ledakan pinjaman online (pinjol) ilegal dan judi online (sesuai Kajian Thema GPI). Masalahnya bukan utang biasa, tapi utang digital.
    • Hasilnya: Program kita bukan cuma memberi bantuan (karitatif), tapi harus melatih literasi keuangan digital (reformatif) dan mungkin mengadvokasi perlindungan konsumen (transformatif).
Keunggulan 2: McKinsey 7-S (Cermin Kita)

Apa itu? Ini adalah alat untuk "bercermin" dan melihat "jeroan" organisasi kita secara jujur. Apakah "mesin" gereja kita sehat? 7-S ini adalah Strategy (Strategi), Structure (Struktur), Systems (Sistem), Shared Values (Nilai-Nilai Bersama), Style (Gaya Kepemimpinan), Staff (SDM/Pelayan), dan Skills (Keterampilan).

Keunggulannya: Metode konvensional hanya mengevaluasi "program". Metode 7-S mengevaluasi "organisasi" yang menjalankan program itu. Ini membantu kita menemukan jika ada yang "tidak selaras".

Perbedaannya dengan Metode Konvensional:

  • Metode Konvensional: "Program Diakonia kita sudah jalan, kita sudah membagikan 1000 paket mi instan. Berhasil."
  • Metode 7-S: "Tunggu dulu. Mari kita bercermin."
    • Shared Values (Nilai kita): "Kita percaya pada Diakonia Transformatif (mengubah nasib orang)."
    • Skills (Keterampilan kita): "Tapi keterampilan pelayan diakonia kita hanya sebatas membagikan mi instan (karitatif)."
    • Hasilnya: Kita menemukan ada ketidakselarasan! Nilai kita tinggi (transformatif), tapi keterampilan kita rendah (karitatif). Maka, rencana kita tahun depan bukan "menambah paket mi", tapi "meningkatkan keterampilan pelayan diakonia agar bisa melakukan pendampingan UMKM."

Ilustrasi Aktual (Struktur):

  • Metode Konvensional: "Rapat kerja Komisi Pemuda, Komisi Remaja, Komisi Dewasa berjalan sendiri-sendiri."
  • Metode 7-S (Struktur & Sistem): "Kita sadar Struktur kita terlalu 'silo' (terkotak-kotak). Sistem kita tidak mendorong kerja sama. Padahal masalah jemaat (misal: orang tua (Dewasa) stres karena anaknya (Pemuda) menganggur) butuh solusi lintas-komisi."
    • Hasilnya: Kita sadar perlu mengubah Struktur dan Sistem kerja kita menjadi lebih kolaboratif (inilah cikal bakal "Koalisi Peminat" atau squad lintas-GBM yang dibahas dalam TOR).
Keunggulan 3: Sintesis TOWS (Peta Rencana Aksi Kita)

Apa itu? Ini adalah langkah paling jenius. Setelah kita punya data dari PESTEL (Peluang & Ancaman di luar) dan 7-S (Kekuatan & Kelemahan di dalam), kita tidak berhenti di situ. Kita "menjodohkan" data-data itu untuk menjadi RENCANA AKSI.

Keunggulannya: Metode konvensional (jika pakai SWOT) biasanya hanya membuat daftar. Kekuatan kita A, Kelemahan kita B. Setelah didaftar, bingung mau diapakan.

TOWS bukan daftar, tapi resep. Ia memaksa kita membuat strategi dengan "menjodohkan" faktor-faktor tadi.

Perbedaannya dengan Metode Konvensional:

  • Metode Konvensional (Daftar SWOT):
    • Kekuatan: Gereja punya gedung.
    • Kelemahan: Jemaat sibuk kerja.
    • Peluang: Banyak orang butuh siraman rohani.
    • Ancaman: Macet.
    • (Setelah didaftar, semua bingung. Tidak ada hubungannya. Akhirnya rapat ditutup dan program tetap sama.)
  • Metode TOWS (Resep Strategi):
    • Kita bertanya: Bagaimana kita pakai Kekuatan untuk merebut Peluang? (Strategi S-O)
    • Kita bertanya: Bagaimana kita pakai Kekuatan untuk melawan Ancaman? (Strategi S-T)
    • Kita bertanya: Bagaimana kita atasi Kelemahan dengan memanfaatkan Peluang? (Strategi W-O)

Ilustrasi Aktual (Strategi S-O dari Dokumen GPI):

  • Kekuatan (S) / Internal (dari 7-S): GPI punya warisan teologi Reformed yang kuat dan ikatan historis 12 GBM (Ref: Dok. Revitalisasi).
  • Peluang (O) / Eksternal (dari PESTEL): Jemaat di era disrupsi digital "kebanjiran" informasi dan butuh panduan teologi yang kokoh dan relevan (Ref: Kajian Thema).
  • Strategi S-O (Resepnya): "Mari kita gunakan Kekuatan 'teologi kita' untuk merebut Peluang 'kebutuhan jemaat'. Rencananya: GPI harus menjadi 'Pusat Fasilitasi' dengan membentuk 'Think-and-Do Tank' (Inisiatif 1) untuk menghasilkan panduan teologi digital, yang disebar melalui 'Enabler Transformasi Digital' (Inisiatif 3)."

Lihat? Tiba-tiba kita punya rencana strategis yang tajam, relevan, dan berakar pada analisis, bukan sekadar mengulang program tahun lalu.

Kesimpulan

Metode PESTEL, 7-S, dan TOWS bukanlah alat untuk membuat gereja menjadi seperti perusahaan. Ini adalah alat untuk membuat gereja lebih setia dan lebih relevan dalam menjalankan panggilannya.

Ini adalah cara praktis kita untuk "menguji" dunia di luar kita (PESTEL), "menguji" diri kita sendiri (7-S), dan akhirnya "memegang" rencana aksi terbaik (TOWS) yang memuliakan Tuhan.




Masuk untuk meninggalkan komentar